Please Klik My Research Here

Indonesia merupakan salah satu Negara penyumbang oksigen terbesar di dunia. Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan. Indonesia memiliki areal hutan yang cukup luas sebagai bagian dari paru-paru dunia.Bank Dunia melaporkan luas kawasan hutan di Indonesia mencapai 944.320,00 km² atau setara dengan 94.432.000 Ha pada tahun 2010. Hutan-hutan di Indonesia sebagai aset dunia perlu dipertahankan kelestariannya mengingat dampak negatif pemanasan global yang terasa semakin berpengaruh dalam kehidupan.

Karate Articles

Seputar Karate dan Inkai

Do you wanna see Our Jobs? Find out here.

Pertanian sebagai salah satu upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya semakin hari semakin berkembang.Seiring dengan kemajuan manusia dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, kemampuan manusia dalam teknik budidaya pun turut mengikuti perubahan zaman. Semua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman menjadi bahan pertimbangan dalam pencapaian target produksi.

People in Fame

Mengupas sisi lain dari ilmuwan top dunia.

My Research

Perkembangan perusahaan yang skalanya semakin besar menyebabkan hilangnya peluang pembuat keputusan pemasaran untuk dapat berhubungan langsung dengan konsumen. Secara otomatis peluang untuk dapat mengetahui apa yang diingikan oleh konsumen juga menjadi hilang, dengan demikian perlu adanya pemahaman terhadap perilaku konsumen dalam memilih, memilah dan menentukan barang/jasa yang dapat memuaskan hasrat mereka.

Senin, 30 April 2012

Sejarah Persuteraan Alam



          Berbicara sejarah persuteraan alam , terdapat begitu banyak legenda yang dijadikan dasar dari sejarah munculnya persuteraan alam. Data-data dasar banyak didapatkan dari cerita-cerita orang tua kepada generasi berikutnya sehingga keabsahannya masih terus dipertanyakan oleh berbagai kalangan.
            Cerita yang paling populer dalam sejarah munculnya persuteraan alam yaitu  pada masa dinasti Han (2.500 SM), masa dimana pada saat itu pula sutera mulai digunakan di kalangan kerajaan.  Menurut legenda penemuan persuteraan alam ini terjadi Karena unsur ketidaksengajaan. Kisah ini berawal saat salah satu istri kaisar Han yang di klaim bernama Maharani Hai Ling sedang duduk santai dibawah pohon murbei sembari menikmati secangkir teh panas. Tanpa disangka-sangka jatuhlah sebuah benda dari atas pohon murbei tepat kemulut cangkir yang ternyata adalah sebuah kokon (pelindung pupa ulat sutera). Sang Permaisuri mencoba menyingkirkan kokon tersebut dari dalam cangkirnya dengan menggunakan ranting. Namun ujung filament (serat) kokon yang larut oleh air panas malah menempel dan terbawa oleh ujung ranting sehingga menjadi berbentuk seperti benang. Saat itu Maharani Hai Ling langsung terinspirasi untuk memproduksi benang dari kokon untuk dijadikan bahan baku kain karena kehalusan dari benang yang tidak sengaja ditemukannya itu. Disitulah titik tolak munculnya persuteraan alam menurut legenda.
            Kita simpan legenda tersebut. Yang jelas sutera alam selalu erat kaitannya dengan perkembangan kebudayaan dan tradisi di Cina. Melihat keindahan dan kehalusannya sutera ditempatkan  dan dianggap sebagai suatu bahan yang mewah dari dulu hingga sekarang.
            Pada masa dinasti Han (2.500 SM) sudah dikenal adanya usaha pemintalan benang dan penenunan kain. Pada saat itu mulai diciptakan alat-alat pengolah kokon menjadi benang dan benang ditenun menjadi kain sutera halus yang diberi nama “SERICA” yang berarti “SUTERA”. Para istri Kaisar Han (Maharani Hai Ling) mulai mengenal dan mengenakan bahan sutera untuk pakaian. Dan ini dijadikan sebagai acuan promosi yang kemudian diikuti oleh para bangsawan dan pengusaha kaya. Orang Cina selalu mempertahankan kain sutera sebagai komoditi dagang dan mereka cenderung merahasiakan asal dan cara menghasilkannya.
            Pada dinasti Tang ±706 SM perdagangan sutera di Cina menurun. Kemudian persuteraan alam kembali berkembang pada masa dinasti Sung di abad ke-11 dan ke-12. Barulah setelah 300 tahun sesudah Masehi Negara lain yaitu Korea, India, dan Jepang berhasil mengetahui rahasia pengolhan sutera dan mulai mengembangkan sendiri persuteraan alam di Negara masing-masing.
            Sejak abad 2, Jepang mendatangkan kupu-kupu dari Cina. Usaha sutera berkembang pesat terutama di zaman Meiji (1889). Sutera menjadi salah satu pokok perekonomian Jepang yang pada saat masa kejayaannya menghasilkan lebih dari 2000 ton sutera. Pada abad 18 dan 19 dapat mengekspor sutera mentah sebanyak 40 ton. Sejak itulah Cina tidak lagi memonopoli sutrea dan teknologinya yang kemudian mulai dikenal dibanyak Negara Asia, Eropa, dan Middle East.

Sabtu, 21 April 2012

PENGENDALIAN GULMA SECARA KIMIAWI


I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian sebagai salah satu upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya semakin hari semakin berkembang.Seiring dengan kemajuan manusia dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, kemampuan manusia dalam teknik budidaya pun turut mengikuti perubahan zaman. Semua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman menjadi bahan pertimbangan dalam pencapaian target produksi.
Dalam pelaksanaannya di lapangan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dalam proses budidaya. Termasuk kedalamanya pengendalian Hama, Penyakit dan Gulma.
Gulma sebagai tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan di lahan pertanian karena sifatnya yang dapat menurunkan produktivitas menjadi sesuatu hal yang perlu ditangani dan dikendalikan.Tanaman gulma dapat menurunkan produktivitas tanaman budidaya lewat kompetisi unsur hara dan sinar matahari.Pemberantasan gulma dilaksanakan bila gulma itu benar – benar merugikan secara ekonomis. Salah satu cara yang cukup efektif dalam mengendalikan gulma adalah dengan pengendalian secara kimiawi.
Pengendalian gulma secara kimiawi aplikasinya  relative mudah dan cepat sehingga dapat menghemat waktu. Namun dalam pelaksanaannya pengendalian secara kimiawi ini perlu didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan, terutama dampaknya terhadap lingkungan.
1.2 Batasan Masalah
Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas Penyusun menentukan batasan-batasan masalah dalam makalah ini, yaitu :
a. Apa yang dimaksud dengan gulma?
b. Sejauh mana gulma mengganggu produktivitas tanaman?
c. Mengapa pengendalian gulma secara kimiawi dilakukan?
d. Dampak apa saja yang ditimbulkan akibat dari pengendalian gulma secara kimiawi?
e. Bagaimana cara meminimalisir dampak negative yang ditimbulkan pengendalian gulma secara kimiawi?


1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Dasar-dasar Budidaya Tanaman serta memberikan informasi kepada pembaca tentang pengendalian gulma secara kimiawi dan dampaknya terhadap lingkungan.
1.4 Manfaat
Manfaat yang Penyusun dapatkan dalam penyusunan makalah ini adalah :
a. Mengetahui sejauh mana gulma menimbulkan kerugian dalam proses budidaya tanaman
b. Memahami pentingnya pengendalian gulma dalam budidaya
c. Mengetahui cara pengendalian gulma secara kimiawi
d. Mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat pengendalian gulma secara kimiawi terhadap lingkungan sehingga lebih bijak dalam penggunaan bahan kimiawi




II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Gulma
Gulma atau sering juga disebut ‘tumbuhan pengganggu’ selalu dikendalikan oleh petani atau pekebun karena mengganggu kepentingan petani/pekebuntersebut. Gulma mengganggu karena bersaing dengan tanaman utamaterhadap kebutuhan sumberdaya (resources) yang sama yaitu unsur hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh. Sebagai akibat dari persaingan tersebut,produksi tanaman menjadi tidak optimal atau dengan kata lain adakehilangan hasil dari potensi hasil yang dimiliki tanaman.
Kehilangan hasil tanaman sangat bervariasi, dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain kemampuan tanaman berkompetisi (beda jenis/kultivar berbeda kemampuan bersaing), jenis-jenis gulma, umur tanaman dan umur gulma, teknik budidaya, dan durasi mereka berkompetisi. Kehilangantersebut terbagi dua kategori, langsung dan tidak langsung.Gulmaberpengaruh langsung terhadap tanaman utama dengan adanya kompetisiterhadap nutrient, air, dan cahaya. (Edison Purba, 2009)
Gulma adalah tumbuhan yang keberadaannya dapat menimbulkan gangguan dan kerusakan bagi tanaman budidaya maupun aktivitas manusia dalam mengelola usahataninya (Kastono, 2004).
Gulma yang selalu tumbuh di sekitar pertanaman (crop) mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan serta hasil akhir.Adanya gulma tersebut membahayakan bagi kelangsungan pertumbuhan dan menghalangi tercapainya sasaran produksi pertanaman pada umumnya.Usaha manusia dalam mengatasi hal tersebut dapat berupa pemberantasan atau pengendalian, tergantung pada keadaan tanaman, tujuam bertanam, dan biaya.Budidaya pada tanaman dan pengelolaan masih merupakan usaha yang cukup memadai dalam pertanian.Dengan ditemukannya herbisida, peristiwa peracunan dan dosis dalam derajad pengendalian masih perlu dipertimbangkan, demikan pula tentang selektivitas “mode of action” dan efek residu.Pemberantasan gulma dilaksanakan bila gulma itu benar-benar “jahat”, tumbuh di suatu tempat tertentu dalam lintasan yang cukup sempit dan dapat membahayakan lingkungan.Dengan demikian tujuan pemberantasan gulma semata-mata untuk membasmi tumbuhnya tumbuhan itu selengkapnya.
Adapun pengendalian dilaksanakan, bila gulma tumbuh pada area tertentu disekitar pertanaman, dan tidak seluruh waktu tumbuh gulma akan mempengaruhi pertumbuhan pertanaman seluruhnya. Hanya pada saat-saat tertentu (saat periode kritis) saja gulma tersebut harus diberantas.Dengan demikian tujuan pemberantasan dan pengendalian gulma berbeda. Pengendalian gulma dilaksanakanpada saat tertentu, yang bila tak diberantas pada saat itu akan benar-benar menurunkan hasil akhir pertanaman. Pengendalian terhadap gulma yang berkembang luas dan sulit untuk dibasmi secara menyeluruh, bila dikerjakan akan memakan biaya cukup mahal dan hasil pertanaman secara ekonomis tidak memadai. Pengendalian gulma hendaknya dilaksanakan jika kita telah memiliki pengetahuan tentang gulma itu. Bagaimana gulma itu dibiakan, disebarkan, bagaimana bereaksi dengan perubahan lingkungan, dan bagaimana dapat beradaptasi dengan lingkungan tersebut, ataupun bagaiman tanggapnya terhadap perlakuan zat kimia, serta panjang siklus hidupnya, seperti annual, biennial, dan perennial. Namun panjang siklus hidup ini beragam dengan beda iklim.
2.2 Penggolongan Gulma
Berdasarkan morfologinya gulma dapat dibedakan menjadi :
1. Golongan Rerumputan (Gulma Berdaun Sempit/ Grasses).
Golongan rerumputan mencakup jenis gulma yang termasuk dalam famili gramineae. Selain merupakan komponen terbesar dari seluruh populasi gulma, famili ini mempunyai daya adaptasi yang cukup tinggi, distribusi amat luas dan mampu tumbuh baik pada lahan kering maupun tergenang. Contoh: Alang-alang, rumput pahit, jampang pahit, kakawatan, gerinting, jejagoan, glagah, jejahean dan bebontengan.
2. Golongan Teki (Sedges).
 Golongan teki meliputi semua jenis gulma yang termasuk kedalam famili Cyperaceae. Golongan teki terdiri dari 4000 spesies, lebih menyukai air kecuali Cyperus rotundus L. Contoh: rumput teki, walingi, rumput sendayan, jekeng, rumput 3 segi, dan rumput knop.
3. Golongan Berdaun Lebar (Broadleaf Weeds).
Golongan gulma berdaun lebar meliputi semua jenis gulma selain famili gramineae dan Cyperaceae. Golongan gulma berdaun lebar biasanya terdiri dari famili paku-pakuan (pteridophyta) dan dicotyledoneae. Contoh: Bayam duri, kremek, jengger ayam, kayu apu, wedusan, sembung dan meniran.


2.3 Cara Pengendalian Gulma
2.3.1 Mekanik
Pengendalian gulma dengan cara ini hanya mengandalkan kekuatan fisik atau mekanik, baik dengan tangan biasa, alat sederhana maupun alat berat.
Pencabutan dengan tangan atau disebut penyiangan dengan tangan.Cara semacam ini sangat praktis, efisien, dan terutama murah jika diterapkan pada suatu area yang tidak luas.Pencabutan dengan tangan ditujukan pada gulma annual dan biennial.Untuk gulma perennial pencabutan semacam ini mengakibatakan \terpotong dan tertinggalnya bagian di dalam tanah yang akhirnya kecambah baru dapat tumbuh.Pencabutan bagi jenis gulma yang terakhir ini menjadi berulang-ulang dan pekerjaan menjadi tidak efektif. Pada taman, cara pencabutan akan berhasil akan baik bila diberi air sampai basah benar, sehingga memudahkan pencabutan. Pelaksanaan pencabutan terbaik adalah pada saat sebelum pemebentukan biji.
Bajak tangan.
Alat semacam ini dinamakan most satisfactorily meets the weeds. Alat ini sangat berguna sebagai alat tambahan pengolah tanah dalam penyiangan di segala jenis barisan pertanaman.Jenis gulma perennial yang persisten dapat pula diberantas dengan alat ini.Dalam 3 sampai 4 bulan pertama pembajakan dengan interval 10 harian dianjurkan pelaksanaannya.Alat ini juga sangat praktis dilaksanakan pada tempat yang tak dapat dijangkau dengan alat berat maupun herbisida.
Pengolahan tanah
Suatu usaha yang cukup praktis pada pengendalian gulma annual, biennial, perennial, ialah cara pengolahan tanah. Dalam pengendalian gulma annual cukup dibajak dangkal saja. Dengan cara ini gulma tersebut hanya dirusakkan bagian yang ada di bagian atas permukaan tanah. Sedang untuk tipe biennal bagian yang dirusak adalah bagian atas dan mahkotanya, dan bagi perennial kedua bagian di bawah dan di atas tanah dirusakkan.Kebanyakan gulma annual dapat dikendalikan hanya dengan sekali pemberoan.Bila tanah banyak mengandung biji gulma yang viabel, maka perlu diikuti tahun kedua dengan pertanaman barisan dan pengolahan yang bersih untuk mencegah pembentukan biji.Sedangkan untuk gulma perennial, pemberoan semusim belum cukup.Sebaiknya perlakuan digabung dengan pengunaan herbisida dan pengolahan yang bersih. Metode ini cukup memadai dan beragam dengan spesies gulma, usia infestasi dan sifat tanah, kesuburan serta kedalaman air tanah. Gulma perennial yang berakar dangkal sekali pembajakan cukup dapat mereduser, dengan “membawa” akar ke  atas dan dikeringkan. Pembajakan di atas akan menekan pemebentukan dan tunas baru. Untuk gulma perennial berakar dalam pembajakan berulangkali dan pada interval teratur akan menguarangi perkembangannya. Perlakuan ini akan menguras cadangan pangan dalam akar dengan berulangkali merusak bagian atas. Pada tanah ringan dan kurang subur perlakuan tersebut sangat berhasil.Dari pengolahan tanah dapat disimpukan bahwa penimbunan titik tumbuh gulma dan mengganggu sistem perakaran dengan pemotongan akar dapat membuat gulma mati, karena potongan-potongan akar dapat mengering sebelum pulih kembali.
Penggenangan
Pelaksanaan penggenangan pada umumnya berhasil untuk gulma perennial.Penggenangan dibatasi dengan pematang, dengan tinggi kurang lebih 15-25 cm selama 3-8 minggu.Sebelumnya dibajak dilakukan perendaman hingga semua bagian gulma terendam. Gulma “ganas” yang perennial dan tumbuh dengan padi sawah pada umumnya diberantas dengan cara ini dan sangat berhasil pada tanah ringan, sedang pada tanah keras dianjurkan.
Panas
Suhu tinggi menyebabkan panas.Panas dapat mengkoagulasikan protopalsma dan mengurangi enzim. Titik mati menyebabkan sel tanaman karena panas terletak antara 45◦-55◦ C. Api atau uap panas sehubungan dengan pengendalian gulma mempunyai tujuan untuk: menghancurkan bagian atas gulma yang telah tua atau terpotong oleh alat lain (api), pada tempat berbatu atau jalan kereta api, uap panas dan hembusan api dapat dikerjakan lebih praktis, pada barisan tanaman kapas biji gulma yang berkecambah dapat dibasmi oleh hembusan api, yang dikerjakan berulang kali sejak batang tanaman bergaris tengah kurang lebih 0,5 cm, panas sering untuk membasmi biji yang terpendam (gulma perennial).
Pembakaran lebih sering diaplikasikan untuk menghilangkan sampah bekas tanaman daripada sebagai cara pengendalian. Hanya sebagian kecil biji gulma dapat selamat, apabila masuk dalam celah-celah tanah, ikut “drift” dari angin atau aliran air. Di lain pihak, api dapat memacu perkecambahan biji gulma tertentu yang tertimbun tanah sangat dangkal. Meskipun pembakaran gulma tua tidak begitu memadai, namun dapat membantu dalam hal: menghindari bahaya kebakaran, membersihkan aliran air, membunuh hama dan penyakit yang bersarang pada gulma dari sisa bajakan atau potongan, dan menghilangkan sampah itu sendiri.
Pemberian mulsa
Fungsi pemberian mulsa ini adalah untuk menghalangi sampainya cahaya matahari pada gulma dan menghalangi pertumbuhan bagian atas, dengan ditutupkannya mulsa diatas permukaan tanah maka pertumbuhan gulma akan terhambat. Gulma perennial menghendaki selapis tebal jerami, namun gulma yang mempunyai pertumbuhan vegetatif indertiminite kurang sesuai dengan perlakuan ini.Tetapi perlakuan mulsa dengan jerami, dan lain-lain, hanya dipergunakan dalam ukuran kecil saja.
2.3.2 Metode Pola Tanam Atau Persaingan
Menerapkan pola tanamakan meningkatkan kemampuan crop (pertanaman). Masing-masing crop berasosiasi dengan sejenis gulma tertentu dengan khas.Menanam crop seperti ini terus menerus (beruntun) dapat mengakibatkan akumulasi gulma, oleh karena itu, perencanaan pergiliran tanaman tidak boleh mengabaikan faktor gulma.Pergiliran tanaman memberi kemungkinan segolongan gulma tidak mempunyai kesempatan mengganggu perkembangan pertanaman berikutnya.Pesaing kuat bagi suatu pertanaman memberi banyak keuntungan.Misalnya, pertanaman itu cepat tumbuh, berkanopi lebat sehingga cepat memberikan naungan pada daerah di bawahnya, dan cepat masak untuk dipanen, karena persaingan yang diperebutkan adalah cahaya, air, dan nutrisi, maupun ruangan.
2.3.3 Pengendalian Gulma Secara Biologis
Telah diketahui bahwa insekta dan jamur merupakan hama dan penyakit bagi pertanaman. Di lain pihak ada insekta yang memakan gulma, maka masalahnya  lain. Insekta tersebut jadinya dapat memberantas gulma. Sebagai contoh klasik ialah setelah diperkenalkannya sejenis penggerek Argentine (Cactoblastis cactorum)di Queensland, maka kaktus (Opuntia) yang menghuni lahan seluas kurang lebih 25 juta ha selama 12 tahun dapat ditekan sampai 95%. Demikian pula pengenalan insekta pemakan daun (Chryssalnia spp.) di California dapat menekan sejenis gulma.Namun perlu diingat bahwa penggunaan musuh gulma tersebut harus hati-hati, jangan sampai setelah gulma dimangsa, tanaman pun dapat pula diganggu.Tidak lazim, ada pula, sejumlah hewan ternak yang memakan rerumputan secara teratur dapat menekan sejenis gulma.
2.3.4 Pengendalian Gulma Secara Kultur Preventif (Pencegahan)
Pencegahan lebih baik daripada perawatan, karena itu harus menjaga benih yang akan ditanamkan sebersih mungkin dan bebas dari kontaminasi dengan biji gulma, juga pembuatan kompos harus sempurna, pengunaan alat pertanian harus bersih, serta “menyaring” air pengairan agar tidak membawa biji gulma ke petak pertanaman, ataupun lebih luasnya tidak membawa biji gulma masuk ke tempat penampang air pengairan.

2.3.5 Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis
Membiarkan tumbuhan tinggal pada suatu lahan dapat mengakibatkan tanah “terpegang” oleh perakaran dan jatuhnya air hujat tertahan oleh kanopi, akibatnya erosi dapat dikurangi.Namun demikian pada suatu lahan yang ditumbuhi sejenis atau beberapa jenis gulma, bila lahan tersebut hendak ditanami dengan crop, perlu diadakan pengiolahan lahan terlebuh dahulu.Pengolahan tanah yang cukup dalam dan berulangkali dapat menghancurkan tumbuhnya kebanyakan gulma meskipun tindakan semacam ini memerlukan tambahan tenaga.Saat pengolahan tanah yang tepat perlu dipertimbangkan, yaitu sebelum pembentukan tunas, jangan sampai gulma berbunga apalagi membentuk biji. Demikian pula, jenis alat pengolah akan memberi pengaruh pada “bersihnya” pengolahan tanah dari gulma. Alat pengolah yang sederhana sampai sempurna akan memberi beda pada timbulnya gulma selanjutnya. Alat sederhana menggunakan tenaga manusia atau hewan, sedang yang sempurna boleh disebutkan alat berat yang menggunakan mesin.
2.3.6 Pengendalian Gulma Secara Ekologis
Memodifikasikan lingkungan yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman menmenjadi  baik dan pertumbuhan tanaman menjadi baik dan pertumbuhan gulma menjadi buruk adalah cara lain dalam pengendalian gulma. Misalnya mengubah kedudukan air dan nutrisi dalam tanah saat tertentu (pada saat ada atau tiada tanaman yang tumbuh pada suatu lahan), dengan cara pemberoan setelah suatu tanaman dipanen, ataupun pemberoan yagn diberi genangan. Di lain pihak membuat drainase bagi tanah berair dapat membantu pengendalian gulma dan pengolahan lebih awal dapat dilaksanakan.
2.3.7 Pengendalian Gulma Secara Terpadu
Akibat parahnya penekanan gulma pada pertumbuhan membuat para petani berusaha dengan sunguh-sunguh dalam menanganinya. Suatu pengendalian gulma yagn efektif melibatkan beberapa cara dalam waktu yang berurutan dalam suatu musim tanam. Misalnya saja, satu jenis spesies pertanaman kurang mampu menekan pertumbuhan gulma, pengendalian secara mekanik sendiri tidak sempurna dalam mengatasi gulma tertentu. Maka timbul pemikiran bahwa paduan antara beberapa cara pengendalian dalam satu musim tanam diharapkan dapat mengatasi masalahnya. Seperti perpaduan antara pengendalian secara mekanik diteruskan dengan pemberian herbisida pasca tumbuh, penggunaan herbisida pra-tumbuh dan lain lagi perpaduan yang sekiranya dapat menekan infestasi gulma yang sulit untuk dibasmi. Penentuan keputusan pelaksanaan pengendalian secara terpadu sangat penting dalam keberhasilannya. Apakah perpaduan cara pengendalian itu menguntungkan atau tidak. Kombinasi dalam perpaduan yang tepat akan memberikan hasil yang maksimal dalam pengendalian gulma.
2.3.8 Pengendalian Gulma Secara Kimiawi
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah cara pengendalian gulma dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang bersifat racun. Bahan kimia tersebut disebut dengan istilah herbisida.





III. PEMBAHASAN
3.1 Kerugian yang Ditimbulkan Gulma
Gulma merupakan tanaman liar yang bersifat mengganggu pertumbuhan tanaman budidaya baik langsung maupun tidak langsung. Kerugian-kerugian yang ditimbulkan gulma antara lain :
a. Menimbulkan persaingan antara tanaman utama sehingga mengurangi kemampuan berproduksi dari tanaman yang dibudidayakan.Hal tersebut terjadi karena adanya persaingan dalam pengambilan air, unsur-unsur hara dari tanah, serta cahaya matahari untuk proses fotosintesis.
b. Pengotoran kualitas produksi pertanian, ini terjadi terutama bagi para produsen penyedia benih. Kadang kala biji-biji gulma menyebabkan kontaminasi pada benih sehingga kemurniannya tidak  100%
c. Sebagian gulma bersifat  Allelopathy,yaitu mengeluarkan senyawa kimiawi oleh gulma yang beracun bagi tanaman disekitarnya, sehingga merusak pertumbuhan tanaman yang dipelihara.
d. Memberikan gangguan terhadap kelancaran pekerjaan para petani, biasanya ini ditimbulkan oleh gulma yang pada batangnya terdapat duri-duri seperti tumbuhnya gulma Amaranthus spinosus, Mimosa spinosa di antara tanaman yang diusahakan. Gulma tersebut sangat dapat mengganggu kelancaran pekerjaan karena petani harus hati-hati dalam melakukan pemeliharaan agar tidak terkena duri dari gulma tersebut.
e. Berperan sebagai vector atau sumber hama dan penyakit pada tanaman, misalnya Lersia hexandra dan Cynodon dactylon merupakan tumbuhan inang hama ganjur pada padi.
f. Dapat menyebabkan alergi manusia, terutama gulma yang banyak mengeluarkan serbuk/ tepung sari pada saat bunganya mekar.
g. Menambah ongkos-ongkos/ biaya dalam usaha pertanian, karena dengan keberadaan gulma dapat menambah tenaga dan waktu dalam pengerjaan tanah, penyiangan, perbaikan selokan dari gulma yang menyumbat air irigasi, dsb.
h. Gulma air mengurangi efisiensi sistem irigasi, yang paling mengganggu dan tersebar luas ialah eceng gondok (Eichhornia crssipes). Terjadi pemborosan air karena penguapan dan juga mengurangi aliran air. Kehilangan air oleh penguapan itu 7,8 kali lebih banyak dibandingkan dengan air terbuka. Di Rawa Pening gulma air dapat menimbulkan pulau terapung yang mengganggu penetrasi sinar matahari ke permukaan air, mengurangi zat oksigen dalam air dan menurunkan produktivitas air.
Dilihat dari kerugian yang ditimbulkan gulma dapat dikatakan sebagai musuh petani dalam hal budidaya tanaman, karena gulma dapat menurunkan produktivitas tanaman secara drastis. Selain itu juga menambah biaya operasional usaha tani sehingga dapat mengurangi presentasi profit yang didapatkan petani.

3.2 Pengendalian Gulma Secara Kimiawi
Gulma memang cukup sulit untuk dikendalikan. Karena kebanyakan dari gulma memiliki kemampuan berkembang biak dengan cepat. Secara generative banyak gulma yang bijinya memiliki masa dormansi yang sangat panjang, yaitu bisa mencapai 30 tahun. Begitu pun dengan perkembangbiakannya secara generative, seperti terjadi pada Cyperus rotundus yang apabila akarnya terpotong dan akar yang terpotong tersebut memiliki mata tunas maka jumlahnya akan semakin banyak dan tak terkendali.
Apabila pengendalian gulma dilakukan secara mekanis sudah pasti tentunya banyak membutuhkan waktu dan tenaga sehingga biaya usaha tani dapat bertambah. Pengorbanan ekonomi yang besar tentu tidak diharapkan oleh setiap petani. Salah satu solusi untuk menangani permasalahan pengendalian gulma tersebut, pengendalian secara kimiawi-lah salah satu cara yang paling mudah dan cepat dalam pengaplikasiannya.
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan pemberian zat-zat kimia tertentu pada gulma yang dimana zat-zat tersebut bersifat racun/toxin yang data merusak jaringan tanaman/gulma. Bahan kimiawi yang digunakan untuk mengendalikan gulma sering disebut dengan istilah herbisida. Herbisida berasal dari kata herba (gulma) dan sida (membunuh), jadi dapat disimpulkan bahwa herbisida tersebut adalah bahan kimia yang diberikan dengan tujuan untuk membunuh gulma atau herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil yang disebabkan oleh gulma.
3.3 Penggolongan Herbisida
Herbisida berdasarkan cara kerjanya digolongkan menjadi 2, yaitu :
1. Herbisida Kontak
Herbisida kontak adalah herbisida yang langsung mematikan jaringan-jaringan atau bagian gulma yang terkena larutan herbisida ini, terutama bagian gulma yang berwarna hijau. Herbisida jenis ini bereaksi sangat cepat dan efektif jika digunakan untuk memberantas gulma yang masih hijau, serta gulma yang masih memiliki sistem perakaran tidak meluas.
Di dalam jarinngan tumbuhan, bahan aktif herbisida kontak hampir tidak ada yang ditranslokasikan. Jika ada, bahan tersebut ditranslokasikan melalui phloem. Karena hanya mematikan bagian gulma yang terkena, pertumbuhan gulma dapat terjadi sangat cepat. Dengan demikian, rotasi pengendalian menjadi singkat. Herbisida kontak memerlukan dosis dan air pelarut yang lebih besar agar bahan aktifnya merata ke seluruh permukaan gulma dan diperoleh efek pengendalian aktifnya yang lebih baik.
Herbisida kontak juga yang bekerja dengan cara menghasilkan radikal hidrogen peroksida yang memecahkan membran sel dan merusak seluruh konfigurasi sel. Herbisida kontak hanya mematikan bagian tanaman hidup yang terkena larutan, jadi bagian tanaman dibawah tanah seperti akar atau akar rimpang tidak terpengaruhi, dan bagian tanaman didapat kembali dan roses kerja pada herbisida ini pun sangat cepat.
Herbisida ini hanya mampu membasmi gulma yang terkena semprotan saja, terutama bagian yang berhijau daun dan aktif berfotosintesis. Keistimewaannya, dapat membasmi gulma secara cepat, 2-3 jam setelah disemprot gulma sudah layu dan 2-3 hari kemudian mati. Sehingga bermanfaat jika waktu penanaman harus segera dilakukan. Kelemahannya, gulma akan tumbuh kembali secara cepat sekitar 2 minggu kemudian dan bila herbisida ini tidak menyentuh akar maka proses kerjanya tidak berpengaruh pada gulma. Contoh herbisida kontak adalah paraquat.
Ada jenis-jenis herbisida kontak berdasarkan bentuk, waktu penggunaan, dan jenis tanaman yang baik untuk dikendalikan gulmanya yaitu salah satunya adalah herbisida purna tumbuh yang bersifat kontak, berbentuk larutan dalam air berwarna hijau tua, untuk mengendalikan gulma pada pertanaman kelapa sawit (TM) dan jagung (TOT). Contoh-contoh herbisida kontak pada umumnya yang digunakan adalah sebagai berikut:
- Gramoxon
-Herbatop
- Paracol

2. Herbisida Sistemik
Herbisida sistemik adalah herbisida yang cara kerjanya ditranslokasikan ke seluruh tubuh atau bagian jaringan gulma, mulai dari daun sampai keperakaran atau sebaliknya. Cara kerja herbisida ini membutuhkan waktu 1-2 hari untuk membunuh tanaman pengganggu tanaman budidaya (gulma) karena tidak langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja dengan cara menganggu proses fisiologi jaringan tersebut lalu dialirkan ke dalam jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh, tunas sampai ke perakarannya.
Keistimewaan dari herbisida sistemik ini yaitu dapat mematikan tunas - tunas yang ada dalam tanah, sehingga menghambat pertumbuhan gulma tersebut. Efek terjadinya hampir sama merata ke seluruh bagian gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran. Dengan demikian, proses pertumbuhan kembali juga terjadi sangat lambat sehingga rotasi pengendalian dapat lebih lama (panjang). Penggunaan herbisida sistemik ini secara keseluruhan dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya aplikasi. Herbisida sistemik dapat digunakan pada semua jenis alat semprot, termasuk sistem ULV (Micron Herbi), karena penyebaran bahan aktif ke seluruh gulma memerlukan sedikit pelarut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas herbisida sistemik, yaitu:

- Keadaan gulma dalam masa tumbuh aktif
- Cuaca yang cerah serta tidak berangin pada saat penyemprotan.
- Tidak melakukan penyemprotan pada saat menjelang hujan
- Areal  yang akan disemprot dikeringkan terlebih dahulu.
- Gunakan air bersih sebagai bahan pelarut.

Ada beberapa jenis herbisida sistemik berdasarkan waktu penggunaannya, bentuknya, dan baik digunakan buat tanaman yaitu:

Herbisida sistemik purna tumbuh berbentuk larutan dalam air berwarna hijau, untuk mengendalikan gulma berdaun lebar dan gulma berdaun sempit pada pertanaman kelapa sawit(TBM).
Herbisida sistemik purna tumbuh berbentuk larutan dalam air berwarna merah, untuk mengendalikan gulma pada tanaman jagung (TOT) dan kakao (TBM).
Herbisida sistemik purna tumbuh berbentuk larutan dalam air berwarna coklat tua untuk mngendalikan gulma berdaun lebar pada tanaman karet (TM) dan tanaman padi.
Contoh herbisida sistemik adalah Glifosat, Sulfosat, Polaris, Round up, Touch Down, dll.
Selain dari cara kerjanya herbisida juga digolongkan berdasarkan toksisitasnya. Tingkat toksisitas pada herbisida ada 2 yaitu tingkat toksisitas akut dan toksisitas kronik. Herbisida pada golongan toksisitas akut dapat dideskripsikan sebagai suatu zat yang masuk secara intensif kedalam jaringan tubuh gulma, apabila tidak langsung mati, kadangkala gulma hanya menderita sejenak. Sedangkan pada golongan herbisida toksisitas kronik masuk kedalam jaringan tubuh gulma dalam waktu yang relative lebih lama sehingga cara kerjanya cenderung lambat.
3.4 Dampak Penggunaan Herbisida Terhadap Lingkungan
Herbisida sudah mulai digunakan di seluruh dunia sejak tahun 1960-an. Penggunaan herbisida sejauh ini memberikan dampak positif berupa pengendalian gulma dan peningkatan produksi pertanian dan perkebunan. Namun tanpa disadari penggunaan herbisida secara terus menerus selama 30 tahun terakhir ini berakibat negatif bagi lingkungan. Terjadinya keracunan pada organisme nontarget, polusi sumber-sumber air dan kerusakan tanah, juga keracunan akibat residu herbisida pada produk pertanian dan akan berpengaruh terhadap manusia dan makhluk lainnya dalam bentuk makanan dan minuman yang tercemar, kasus-kasus tersebut merupakan dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan herbisida sebagai upaya pengendalian gulma secara kimiawi.
Penggunaan herbisida pada dasarnya untuk mengendalikan gulma yang tumbuh dipermukaan tanah, akan tetapi dalam aplikasinya dapat mengalami beberapa proses salah satunya terabsorpsi oleh partikel tanah. Hal ini menyebabkan herbisida tersebut tidak optimal dalam mengendalikan gulma, jika herbisida paraquat tersebut terakumulasi dalam tanah dalam jumlah yang besar dapat mencemari lingkungan.
Absorpsi herbisida di dalam tanah di pengaruhi oleh sifat tanah seperti jenis tanah, kandungan bahan organic, suhu, kelembaban, pH tanah serta macam kandungan mineral liat tanah. Keberadaan herbisida di dalam tanah dapat di deteksi dengan menggunakan metode Batch. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi herbisida paraquat yang diberikan, absorpsi herbisida pada tanah Dystrudept, Dystrandept dan Psamment juga semakin meningkat dan adsorpsi herbisida paraquat cendrung meningkat seiring dengan menurunnya pH tanah. Aplikasi herbisida pada suatu tanah bila melebihi kemampuan adsorpsi maksimum dapat mencemari lingkungan.
3.5 Penanggulangan Pencemaran Akibat Pengendalian Gulma Secara Kimiawi
Pencemaran dari residu zat kimia yang digunakan untuk mengendalikan gulma sangat membahayakan bagi lingkungan dan kesehatan, sehingga perlu adanya pengendalian dan pembatasan dari penggunaan bahan kimia tersebut serta mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh residu herbisida. Kebijakan global pembatasan penggunaan herbisida sebagai cara bahan yang digunakan untuk pengendalian gulma yang mengarah pada pemasyarakatan teknologi bersih (clean technology) yaitu pembatasan penggunaan herbisida kimiawi untuk penanganan produk-produk pertanian. Dalam hal ini berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi dampak negatif herbisida dan mencegah pencemaran lebih berlanjut lagi.
Peraturan dan cara-cara penggunaan herbisida dan pengarahan kepada para pengguna perlu dilakukan, karena banyak dari pada pengguna yang tidak mengetahui bahaya dan dampak negatif herbisida terutama bila digunakan pada konsentrasi yang tinggi, waktu penggunaan dan jenis herbisida yang digunakan. Kesalahan dalam pemakaian dan penggunaan herbisida akan menyebabkan pembuangan residu herbisida yang tinggi pada lingkungan pertanian sehingga akan menganggu keseimbangan lingkungan dan mungkin organisme yang akan dikendalikan menjadi resisten dan bertambah jumlah populasinya. Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida(insektisida, fumisida, herbisida, dll) diatur dengan Peraturan PemerintahNo. 7 Tahun 1973.
Disamping itu dengan sernakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian lingkungan, maka semakin rneningkat pula tuntutan masyarakat akan proses usaha tani yang ramah lingkungan dan produk pertanian yang lebih aman. Salah satu alternatif usaha pemberantasan gulma pertanian dan perkebunan adalah menggunakan bioherbisida. Bioherbisida adalah suatu jenis herbisida yang bahan aktifnya dapat berupa hasil metabolisme jasad renik atau jasad renik itu sendiri. Serangga yang merupakan musuh alami dari tumbuhan pengganggu dapat juga dikategorikan sebagai bioherbisida. Bioherbisida belum banyak digunakan dalam usaha pertanian maupun perkebunan, tetapi sudah banyak penelitian yang dilakukan mengenai prospek penggunaan bioherbisida.





IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah Penyusun mengetahui hakikat gulma dan pengendaliannya secara kimiawi dapat disimpulkan bahwa pengendalian gulma secara kimiawi walaupun memberikan banyak keuntungan dan kemudahan tetapi menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Yang perlu ditekankan dalam hal ini adalah sejauh mana kita sebagai pelaku pertanian mampu untuk mengontrol penggunaan zat kimia untuk mengendalikan gulma secara bijak dan tepat sasaran.
Permasalahan yang paling dikhawatirkan dalam pengendalian gulma secara kimiawi adalah terjadinya mutasi pada organisme sasaran sehingga menjadi lebih resistan terhadap zat kimia tertentu. Ini tentunya menjadikan pengendalian gulma akan menjadi lebih sulit, selain itu pengaplikasian bahan kimia yang digunakan juga harus secara efektif dan efisien karena dengan penggunaan secara berlebihan kemungkinan organisme lain yang berada disekitar lokasi pengaplikasian bahan kimia tersebut akan ikut terbunuh sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.
Maka dari itu konsep penggunaan bahan kimia dalam pengendalian gulma secara kimia harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan, seperti waktu, tingkat ekonomis, tingkat populasi gulma di lahan, dan kemampuan alam untuk menetralisir residu dari bahan kimia yang digunakan sehingga keseimbangan alam tetap terjaga.
4.2 Saran
Saran yang ingin Penyusun sampaikan terkait dengan pengendalian gulma secara kimiawi adalah :
Pemerintah harus lebih memberikan perhatian lebih terhadap pemberian penyuluhan dalam pengendalian gulma secara kimiawi kepada petani
Pengembangan herbisida biologis perlu lebih dikembangkan sebagai alternative pengendalian gulma sehingga dapat menggeser penggunaan bahan kimia dalam pengendalian gulma.



DAFTAR PUSTAKA
  
Suhardi. 2007. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Yogyakarta : Kanisius
Djafaruddin. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta : PT Bumi Aksara


Selasa, 03 April 2012

Laporan Sistematika dan Morfologi Tumbuhan (Identifikasi Daun Tunggal)


I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daun merupakan salah satu bagian terpenting dari tubuh tumbuhan karena merupakan tempat terjadinya fotosintesis sebagai proses pembentukan bahan makanan. Selain itu daun juga berfungsi sebagai tempat resorbsi, respirasi dan transpirasi yang diperlukan untuk melangsungkan proses metabolisme. Terlepas dari fungsinya, setiap tumbuhan memiliki karakteristik daun yang berbeda sehingga daun dapat diidentifikasikan menjadi dua golongan yaitu daun tunggal (folium simplex) dan daun majemuk (folium compositum).
Daun tunggal adalah daun yang pada tangkai daunnya (petiolus) hanya terdapat satu helaian daun (lamina) saja. Secara lebih mendetail daun tunggal dapat dibedakan berdasarkan bagian-bagian daun, ujung daun (Apex folli), pangkal daun (Basis folli), susunan tulang daun (Nervatio), daging daun (Intervenium), dan bentuk keseluruhan dari daun (Circumscriptio). Dengan demikian diperlukan pemahaman setelah melakukan praktikum indentifikasi daun tunggal sehingga dapat diketahui perbedaan yang prinsip antara daun tunggal yang satu dengan yang lainnya.
1.2 Tujuan
Mempelajari berbagai tipe daun tunggal sehingga mampu membedakan bentuk daun tunggal dengan cara mengidentifikasi bagian-bagian daun, Ujung daun (Apex folli), Pangkal daun (Basis folli), Susunan tulang daun (Nervatio), Daging daun (Intervenium), dan bentuk keseluruhan dari daun (Circumscriptio).


II. METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat

A. Waktu
Hari/tanggal : Selasa, 20 Maret 2012
Pukul : 08:00 s.d. 11:30 WIB
B. Tempat
Ruangan kelas bidang konsentrasi Agribisnis Sutera Alam Politeknik VEDCA Cianjur.
2.2 Alat dan Bahan
A. Alat
Kertas Stensil
Bolpoin
Penggaris
B. Bahan
Daun murbai (Morus alba L)
Daun Sawo kecik (Manilkara kauki)
Daun Ketapang (Terminalia catappa)
Daun Sirsak (Anona muricata L)
Daun jagung (Zea mays L)
2.3 Prosedur Kerja
1. Menggambar daun-daun yang akan diamati
2. Memberikan keterangan-keterangan pada daun meliputi :
Tangkai daun (Petiolus)
Helaian daun (Lamina)
Apex folii
Basis folii
Ibu tulang (costa)
Tulang-tulang cabang (nervus lateralis)
Urat-urat daun (vena)
Susunan tulang daun
Intervenium
Circumscriptio




III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan

No.
Nama Tumbuhan
Keterangan
1.
Morus alba L
1.      Bagian-bagian daun
a.   Tangkai daun           
b.   Helaian daun           
2.      Ujung daun (Apex folii)
c.   Meruncing
3.      Pangkal daun (Basis folii)
d.   Rompang/rata
4.      Tulang Daun (Nervatio)
e.   Ibu tulang (Costa)
f.    Tulang-tulang cabang (Nervus lateralis)
g.   Urat-urat daun (Vena)
5.      Susunan tulang daun
h.   Menyirip
6.      Daging daun (Intervenium)
i.     Seperti kertas (papyraceus)
7.      Bangun daun (Circumscriptio)
j.     Bagian yang terlebar terdapat di bawah helaian daun (bangun jantung)
2.
Manilkara kauki
1.      Bagian-bagian daun
a.   Tangkai daun          
b.   Helaian daun           
2.      Ujung daun (Apex folii)
c.   Tumpul
3.      Pangkal daun (Basis folii)
d.   Runcing
4.      Tulang Daun (Nervatio)
e.   Ibu tulang (Costa)
f.    Tulang-tulang cabang (Nervus lateralis)
g.   Urat-urat daun (Vena)
5.      Susunan tulang daun
h.   Menyirip
6.      Daging daun (Intervenium)
i.     Seperti perkamen (perkamenteus)
7.      Bangun daun (Circumscriptio)
j.     Bagian yang terlebar terdapat di atas tengah-tengah helaian daun (bangun bulat telur terbalik)
3.
Terminalia catappa
1.      Bagian-bagian daun
a.   Tangkai daun           Daun tidak lengkap
b.   Helaian daun            (daun bertangkai)
2.      Ujung daun (Apex folii)
c.   Meruncing
3.      Pangkal daun (Basis folii)
d.   Berlekuk
4.      Tulang Daun (Nervatio)
e.   Ibu tulang (Costa)
f.    Tulang-tulang cabang (Nervus lateralis)
g.   Urat-urat daun (Vena)
5.      Susunan tulang daun
h.   Menyirip
6.      Daging daun (Intervenium)
i.     Seperti perkamen (perkamenteus)
7.      Bangun daun (Circumscriptio)
j.     Bagian yang terlebar di atas tengah-tengah helaian daun (bangun bulat telur terbalik)
4.
Anona muricata L
1.      Bagian-bagian daun
a.   Tangkai daun           
b.   Helaian daun           
2.      Ujung daun (Apex folii)
c.   Meruncing
3.      Pangkal daun (Basis folii)
d.   Membulat
4.      Tulang Daun (Nervatio)
e.   Ibu tulang (Costa)
f.    Tulang-tulang cabang (Nervus lateralis)
g.   Urat-urat daun (Vena)
5.      Susunan tulang daun
h.   Menyirip
6.      Daging daun (Intervenium)
i.     Seperti perkamen (perkamenteus)
7.      Bangun daun (Circumscriptio)
j.     Bagian yang terlebar di atas tengah-tengah helaian daun (bangun bulat telur terbalik)
5.
Zea mays L
1.      Bagian-bagian daun
a.   Tangkai daun                
b.   Helaian daun                  Daun lengkap
c.   Pelepah daun/upih         
2.      Ujung daun (Apex folii)
d.   Runcing
3.      Pangkal daun (Basis folii)
e.   Tumpul
4.      Tulang Daun (Nervatio)
f.    Ibu tulang (Costa)
g.   Tulang-tulang cabang (Nervus lateralis)
h.   Urat-urat daun (Vena)
5.      Susunan tulang daun
i.     Bertulang sejajar
6.      Daging daun (Intervenium)
j.     Tipis seperti kertas (papyraceus)
7.      Bangun daun (Circumscriptio)
k.   Dari pangkal ke ujung sama lebarnya (Bangun pita)

3.2 Pembahasan
A. Daun murbai (Morus alba L)
Daun murbai (Morus alba L) adalah daun tunggal yang merupakan daun bertangkai karena bagian utama daunnya hanya terdiri dari tangkai dan helaian daun. Ujung daunnya meruncing karena terlihat sangat kontras dari bentuknya yang semakin ujung semakin mengecil dan meruncing. Walaupun bagian terlebar daun berada di bagian bawah daun, tetapi pangkal daun (basis folii) murbai rata/rompang. Ibu tulang daun cukup terlihat jelas, begitu juga dengan tulang-tulang cabang daun. Urat-urat daunnya halus tapi masih dapat terlihat cukup jelas. Susunan tulang daun dari daun murbai menyirip dan daging daun (intervenium) tipis seperti kertas sehingga transpirasi bisa terjadi sangat cepat. Bagian daun terlebar berada di bagian bawah daun membuat daun murbai berbentuk bangun jantung.
B. Daun Sawo kecik (Manilkara kauki)
Adalah daun tunggal yang hanya terdiri dari 2 bagian utama, yaitu tangkai daun (petiolus) dan helaian daun (lamina) sehingga daun sawo kecik termasuk kedalam golongan daun bertangkai. Ujung daun (apex folii)-nya tumpul sedangkan bagian pangkal daun (basis folii) lancip dan runcing. Tulang daun (Nervatio) yaitu bagian ibu tulang terlihat jelas namun bagian tulang-tulang cabang dan urat-urat daun tidak begitu jelas terlihat. Susunan tulang daun mengarah keatas beraturan seperti sirip (menyirip). Daging daunnya cukup tebal dan sedikit kaku seperti perkamen. Bagian terlebar daun terdapat di bagian atas tengah-tengah daun sehingga bangun daun berbentuk bulat telur terbalik.
C. Daun Ketapang (Terminalia catappa)
Sama seperti kedua daun sebelumnya, daun ketapang merupakan daun bertangkai karena hanya terdiri dari petiolus dan lamina saja. Ujung daunnya meruncing  sedangkan pangkal daun berlekuk. Ibu tulang daun terlihat sangat besar,tebal dan menonjol, tulang-tulang cabang terlihat jelas dan urat-urat daunnya pun juga. Susunan tulang daun menyirip dengan tulan-tulang cabang yang menghadap ke atas yang terlihat kekar. Daging daun seperti perkamen karena tebal dan kaku, dengan daging daun seperti perkamen penguapan yang terjadi berlangsung lambat. Bentuk/bangun daun seperti bulat telur terbalik karean bagian terlebar berada di atas tengah-tengah.
D. Daun Sirsak (Anona muricata L)
Daun sirsak termasuk kedalam golongan daun tunggal bertangkai yang terdiri dari helaian daun dan tangkai daun. Ujung daunnya meruncing dengan pangkal daun membulat. Ibu tulang relatif tipis, tulang-tulang cabang tidak terlalu jelas dan urat-urat daun sangat tipis sekali. Susunan tulang daun menyirip dan daging daunnya agak tebal seperti perkamen. Bangun daun bulat telur terbalik karena bagian terlebar berada di atas tengah-tengah.
E. Daun jagung (Zea mays L)
Daun jagung termasuk kedalam daun lengkap karena terdiri dari pelepah/upih, tangkai daun (petiolus) dan helaian daun (lamina). Seperti familia gramineae lainnya ujung daun (apex folii) dari tumbuhan jagung ini runcing. Namun, meskipun ujung daunnya runcing tetapi justru bagian pangkal daun (basis folii) daun jagun ini tumpul. Tulang daun atau nervatio bagian ibu tulang lurus dan jelas, tulang-tulang cabang kurang jelas dan bagian urat-urat daunnya sangat sulit untuk dilihat oleh mata telanjang karena sangat tipis sekali. Susunan tulang daun termasuk kedalam susunan tulang daun sejajar karena semua tulangnya menghadap ke atas dengan lurus dan rapi. Daging daun (intervenium) tipis seperti kertas dan permukaan daunnya kasar. Bangun/bentuk daun dari ini dari pangkal sampai ke ujung daunnya sama panjangnya sehingga membentuk seperti pita.



IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Daun tunggal dapat diidentifikasi dan dibedakan antara satu dengan yang lainnya berdasarkan beberapa ciri khusus pada setiap daun, yaitu : bagian-bagian daun, ujung daun (apix folii), pangkal daun (basis folii), tulang daun (nervatio), susunan tulang daun, daging daun (intervenium) dan bentuk atau bangun daun (circumscriptio). Dengan demikian dapat diketahui bahwa daun tunggal terdiri dari beberapa macam tipe dan karakteristik daun yang berbeda.
4.2 Saran
Materi praktikum seharusnya terlebih dahulu dikuasai dan dipahami dengan baik oleh praktikan sehingga proses praktikum dapat berjalan lancar. Apabila materi dapat dikuasai sepenuhnya oleh praktikan maka dosen tidak perlu repot mengulang kembali materi yang telah disampaikan yang menyebabkan waktu banyak tersita. Selain itu praktikan juga harus bisa menjaga ruang tetap bersih selama dan sesudah proses kegiatan praktikum berlangsung.